Membicarakan pasangan, apakah kamu sudah memiliki pasangan?
Pernahkah
kalian mengalami konfik dalam hubungan?
Bagaimana
cara kamu mengatasi dan menyelesaikan konflik?
Sebelum
menarasikannya lebih lanjut, aku mau disclaimer dulu nih. Memang, sebagai
penulis yang selama 24 tahun masih single,
bukan berarti aku asal-asalan menulis ini. Tulisan ini adalah hasil pemahaman
mendengar melalui proses berfikir dari sebuah podcast dalam aplikasi Inspigo bertema Mengenal Pasangan melalui Konflik dengan narasumber Rani Anggraeni,
seorang Couple relationship therapist
sekaligus self improvement coach yang
hari ini secara khusus aku dengarkan. Jadi, tetap valid ya Gais sumbernya. Hehe
***
***
Membicarakan
mengenai pasangan, tentu setiap orang
memiliki subjektifitas masing-masing, baik perempuan maupun laki-laki. Dalam
menjalin hubungan atau relationship tentu tidak terlepas dari yang namanya konflik. Baik konflik yang terjadi
karena faktor internal yang dalam hal ini bersumber dari subjek penjalin relasi
atau bahkan faktor eksternal yang bersumber dari luar subjek penjalin relasi.
Keduanya, sangat berpotensi untuk menggonjang-ganjingkan relasi yang sudah
berlangsung, bahkan yang sudah bertahun-tahun.
Namun,
mungkinkah sebuah relasi bisa berjalin baik-baik saja tanpa ada konflik? Apakah
menerima pasangan apa adanya memang benar adanya? seperti dalam lirik-lirik
lagu?
Konflik
seringkali membuat hubungan menjadi renggang. Namun, adanya konflik juga bisa
membuat hubungan kembali menghangat dan bisa lebih mengenal pasangan. Membuat
seseorang menjadi problem solver
dalam menyelesaikan permasalahan.
Anne
menjelaskan, konflik adalah sebuah indikasi bahwa ada sesuatu yang perlu tumbuh
(something needs to grow). Kalimat
yang ku ingat, kurang lebih begini.
“Hubungan
yang memiliki konflik itu bagus, karena di sana ada hal-hal yang perlu tumbuh.
Dalam membina hubungan yang sadar (conscious),
keduanya harus bertumbuh bersama”.
Sesuatu
yang perlu tumbuh di sini diartikan segala hal yang ada di dalam individu yang
menjalin relasi, dalam hal ini baik kesadaran, penerimaan, kejujuran, toleransi
antar pasangan, dan lain sebagainya.
Lantas,
bagaimana jika konflik itu sudah terjadi? Bagaimana cara mengatasinya?
Imago dialogue adalah salah satu sarana komunikasi dan mengenal
pasangan. Pertama kali diciptakan (founding
fathers and mothers) oleh pasangan suami-isteri Dr. Harville Hendrix dan
Dr. Hellen Hunt, melalui proses merenung dan refleksi atas kasus perceraiannya
maka tercetuslah imago dialogue.
Dalam
imago dialog, ada aturan dasar yang harus disepakati oleh kedua belah pihak,
yakni tentang mengirim dan menerima. Mengirim berarti dalam sebuah pasangan,
salah satu berbicara, dan menerima berarti seseorang lagi mendengarkan. Ada
tiga proses dalam imago dialog, yakni mirroring
(cermin), validations (validasi) dan emphaty (empati).
Mirroring (cermin), adalah tahap pertama, di mana salah seorang
akan merefleksikan apa yang dipikirkan, rasakan dan katakan terhadap suatu
masalah atau konflik. Salah seorang lagi sebagai pasangan mengulangi persis apa
yang dikatakan.
Agar
lebih mudah dipahami, berikut contoh tahap mirroring
(kalimat ini, tidak diucapkan dengan nada tinggi);
A :
“Aku gak suka, kalau kamu mengkritik aku di depan orang banyak”.
B : “
Kamu bilang, kamu nggak suka ya, waktu aku mengkritik kamu di depan orang
banyak”.
Ini
adalah contoh mirroring. Di mana,
salah seorang mengungkapkan apa yang dirasakan, dan salah seorang lagi
mengulang apa yang dirasakan pasangan.
Validations (validasi), adalah tahap di mana salah seoarang yang
merespon mengerti dan menerima apa yang dirasakan pasangan. Hal ini juga bisa
dilakukan dengan ucapan. Berikut adalah contoh validasi agar mudah dipahami.
A :
“Aku gak suka, kalau kamu mengkritik aku di depan orang banyak”.
B : “
Kamu bilang, kamu nggak suka ya, waktu aku mengkritik kamu di depan orang
banyak.
Oke, aku mengerti apa yang barusan kamu
bilang, apa yang kamu pikirkan. Iya, aku mengerti dan aku bisa menerima apa
yang kamu rasakan.”
Jadi,
pada tahap validasi adalah tahap penerimaan dan pemahaman atas apa yang
dirasakan pasangan.
Emphaty (empati), adalah tahap terakhir di mana salah seorang
yang merespon menujukkan kepedulian yang lebih dalam (empati) dengan
sungguh-sungguh terhadap apa yang dirasakan pasangan. Cara yang bisa dilakukan
pun sama, yakni melalui ucapan.
A : “Aku gak suka, kalau kamu mengkritik aku
di depan orang banyak”.
B : “
Kamu bilang, kamu nggak suka ya, waktu aku mengkritik kamu di depan orang
banyak.
Oke, aku mengerti apa yang barusan kamu
bilang, apa yang kamu pikirkan. Iya, aku mengerti dan aku bisa menerima apa
yang kamu rasakan.
Aku
bisa membayangkan, saat itu terjadi, kamu pasti kesal, kamu pasti marah sama
saya, kamu pasti malu karena merasa tidak dihargai, betul nggak begitu? Kalau
aku jadi kamu, pasti aku seperti itu juga.
Pada
tahap terakhir ini, penerima respon semakin memahami dan peduli terhadap apa
yang menjadi masalah pasangan. Dan perlahan pasangan merasa lega dan tenang (colling down). Sehingga masalah yang
memicu konflik tadi bisa terselesaikan dan tidak memicu permasalahan baru.
Imago
dialog adalah sebuah seni berkomunikasi dalam menerima dan memahami apa yang
dipikirkan dan dirasakan oleh pasangan atas suatu masalah. Dalam imago dialogue therapy, pasangan adalah orang yang tepat untuk membantu seseorang
untuk menyelesaikan atas apa-apa yang belum selesai (unfinished business).
Menjalin
relasi adalah salah satu media pendewasaan diri. Relationship mengajarkan seseorang untuk memberi dan menerima,
berbicara dan mendengar, serta toleran
satu dengan yang lain. Relationship adalah
perihal menyatukan perbedaan, bukan menyamakan perbedaan.
***
Dinarasikan di YPK eLSA Puteri,
Dinarasikan di YPK eLSA Puteri,
Semarang, 19 April 2020 ; 22:17

Komentar
Posting Komentar